Pada mulanya dikenal adanya Kain Pamintan. Istilah pamintan ini adalah singkatan dari parmintaan (permintaan), maksudnya adalah selembar kain putih yang diberi warna tertentu dgn motif tertentu pula atas permintaan seseorang yg berobat kepada seorang pengrajin kain pamintan. Dengan use kain pamintan tsb maka diharapkan penyakitnya akan mjd sembuh.Kain pamintan tsb berfungsi sbg sarana pengobatan atas petunjuk seorang tabib sebelumnya. Berbagai macam penyakit dari seorang atau keluarganya yg sakit, spt sakit perut, sakit kepala, bisul, sawan, badan panas dingin, kapingitan, bahkan sampai kepada penyakit gangguan jiwa serta sakit yg disebabkan oleh gangguan makhluk halus atau gangguan roh jahat.Penyakit yg diderita tsb tdk kunjung sembuh, & bahkan telah mjd kronis.Pengobatan alternatif yg bersifat non medis ini disebut "batatamba" dengan use kain pamintan, yg dipakaikan scr berkala.Di antara terapinya atas petunjuk tabib adalah kain pamintan tsb diikatkan di kepala pada waktu senja untuk beberapa saat (ukuran waktu sapanginang = selama makan sirih) bagi yang menderita sakit kepala kronis.Kain pamintan diselimutkan pada seluruh badan pada waktu tidur malam hari, bagi yg berpenyakit selalu menderita demam. Kadang-kadang juga kain pamintan tsb dijadikan sarung.Anak2 yg sering sakit, spt kapidaraan, kapuhunan, dan selalu menangis, dibikinkan ayunan dari kain pamintan. Karenanya dikenal adanya ayunan laki untuk anak laki2 & ayunan bini u/ anak bini2.Kain pamintan tsb juga use sbg laung ikat kepala bagi penderita gangguan jiwa atau sakit coz gangguan makhluk halus. Juga dikenal adanya laung laki u/ laki2 & laung bini u/ perempuan.Dlm proses pengobatan, nasihat tabib, proses pembuatan kain pamintan serta pemakaiannya sbg terapi, dilaksakan agak tertutup, artinya tidak terbuka u/ umum.Begitulah adanya kain pamintan yg diperkirakan dikenal di Kalimantan Selatan sejak sekitar abad ke XVI
Pada waktu dulu tdk semua org bisa mjd pengrajin kain pamintan, karena umumnya sbg keterampilan yg bersifat keturunan, shg keterampilan tsb tdk mudah dinalarkan kpd sembarangan orla.Persyaratan lainnya adalah pada adanya tuntutan tradisi yg mengharuskan diadakannya upacara selamatan sebelum memulai membikin kain pamintan tsb. Upacara selamatan itu adalah dgn mengadakan sasajian berupa kue (wadai) khas banjar spt nasi lamak berbentuk gunungan yg dipuncaknya ada telur masak, inti gula habang, kukulih dgn air gula habang, ditambahi pisang mahuli, segelas kopi manis & kopi pahit, disertai dgn perapin yg ditaburi dupa yg berbau harum. Setelah dibacakan do'a selamat, sasajian wadai2 bahari itu dpt dimakan bersama.Selesai upacara selamatan tsb, barulah dimulai merancang pengolahan kain pamintan.Perkembangan zaman yg semakin maju dgn adanya sarana & prasarana sektor pdkn & kesehatan serta faktor agama Islam, sangat berpengaruh thd tradisi sementara msy banjar dgn cara batatamba (berobat) dgn use kain pamintan ini.Dlm proses pembuatan kain pamintan pada waktu dulu itu terjadi tiga rangkaian yg saling berkaitan. Pertama, adanya seseorang yg sakit. Kedua adanya tabib yg give nasihat kepada si sakit u/ menyediakan kain pamintan sbg terapi pengobatan (tatamba), dgn tujuan kesembuhan. Ketiga adanya pengrajin yg mampu membikinkan kain pamintan sbg sarana pengobatan tsb berdasarkan pesanan. Pertama, kedua, dan ketiga pihak tsb berproses scr tertutup, yang tidak terbuka secara umum.
Pengrajin yg sudah berpengalaman beberapa tahun, dia akhirnya sudah sangat terampil dalam membuat kain pamintan untuk keperluan pengobatan (tatamba) tersebut. Dari jenis penyakit tertentu dia sudah hafal, corak kain pamintan mana yg akan dibuat. Sehingga pada akhirnya, baginya tidak memerlukan lagi adanya arahan yang berasal dari seorang tabib sebelumnya. Para penderita penyakit biasanya juga secara langsung saja memesan kain pamintan kepada pengrajin dgn menyebutkan jenis penyakit yg dideritanya. Dari situ pengrajin sudah berfungsi ganda, yaitu menentukan terapi penyakit, sekaligus sbg pengrajin pembuat kain pamintan.Pada saat ini sudah jarang sekali ditemukan orang Banjar yg batatamba dgn kain khas Banjar tsb.Kain khas Banjar yg sekarang dikenal dgn istilah "Kain Sasirangan" telah dilirik dgn serius dalam aspek bisnis, disamping upaya pelestariannya dalam kaca mata budaya. Penulis buku ini (Red, Drs. H. Syamsiar Seman) tidak sependapat dgn sebutan "Batik Banjar" atau "Batik Kalimantan Selatan", tetapi tetap dgn nama "Kain Sasirangan khas Banjar". Telah sejak lama bermunculan usaha-usaha pengrajin kain sasirangan, terutama di kota Banjarmasin dan Martapura. Pada tahun 2006 ini telah tercatat jumlah pengrajin kain sasirangan dlm kota Banjarmasin sebanyak 40 pengusaha sbg industri rumah tangga.Para pengrajin sasirangan ini pada umumnya berfungsi ganda, yaitu sbg pengrajin dan juga sbg penjual khas Banjar tsb. Bahkan diantaranya, di rumah mereka telah tersedia busana yg telah siap pakai.
Sumber : Seman, Syamsiar. 2010. Sasirangan Kain Khas Banjar (Cetakan Kelima). Banjarmasin : Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Budaya Banjar Kalimantan Selatan
0 komentar:
Posting Komentar
Kalo udah baca, komentar untuk perbaikan tulisan